Kuliah Al Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) mata kuliah pendidikan
Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) memegang peranan yang sangat penting untuk
membentuk insan akademis yang susila, berkarakater dan berkepribadian Muslim.
Tujuan perguruan tinggi Muhammadiyah dalam keputusan pimpinan pusat
muhammadiyah nomor: 19/SK-PP/III-B/1.a/1999 tentang Qa’idah Perguruan Tinggi
Muhammadiyah. Pasal 3 (1) menyiapkan peserta didik menjadi sarjana muslim yang
beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, yang memiliki kemampuan akademik dan
atau profesional dan beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan
makmur yang diridhai Allah SWT. (2) mengamalkan, mengembangkan, menciptakan,
menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian dalam rangka memajukan
Islam dan meningkatkan kesejahteraan Ummat manusia.
Maka dari itu, peserta didik perlu mengetahui
bagaimana kebutuhan manusia terhadap agama, mengenal makhluk ciptaan Allah,
mengetahui kedudukan dan fungsi-fungsi manusia, mengetahui bagaimana Islam
sebagai dienullah, bagaimana sumber-sumber ajaran Islam, bagaimana ijtihad
sebagai metode kajian Islam, bagaimana metode mempelajari Islam, bagaimana
pakaian dan makanan menurut islam, serta bagaimana latar belakang berdirinya
muhammadiyah.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah untuk memenuhi tugas dalam mata
kuliah AIK I, selain itu juga ada beberapa tujuan diantaranya, yaitu untuk:
1. Mengetahui bagaimana kebutuhan manusia
terhadap agama,
2. Mengenal makhluk ciptaan Allah,
3. Mengetahui kedudukan dan fungsi-fungsi manusia,
4. Mengetahui bagaimana Islam sebagai dienullah,
5. Mengetahui bagaimana sumber-sumber ajaran Islam,
6. Mengetahui bagaimana ijtihad sebagai metode
kajian Islam,
7. Mengetahui bagaimana metode mempelajari Islam,
8. Mengetahui bagaimana pakaian dan makanan menurut
Islam, serta
9. Mengetahui bagaimana latar belakang berdirinya
muhammadiyah.
C. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang akan di bahas
diantaranya meliputi, bagaimana:
1. kebutuhan manusia terhadap agama?
2. makhluk-makhluk ciptaan Allah?
3. kedudukan dan fungsi-fungsi manusia?
4. Islam sebagai dienullah?
5. sumber-sumber ajaran Islam?
6. ijtihad sebagai metode kajian Islam?
7. metode mempelajari Islam?
8. pakaian dan makanan menurut Islam?
9. latar belakang berdirinya Muhammadiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Agama dalam bahasa Arab berarti “Addin” yang artinya kepatuhan,
kekuasaan, atau kecenderungan. Agama biasa juga berasal dari gabungan “a” yang
artinya tidak dan “gama” artinya kacau, jadi agama artinya tidak kacau. Agama
juga merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, “religion” atau religi yang artinya
kepercayaan dan penyembahan Tuhan.
Agama sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain karena
agama merupakan sumber moral, petunjuk kebenaran, sumber informasi tentang
masalah metafisika, dan bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun
duka.
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang melatar belakangi perlunya
manusia terhadap agama. Alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan
sebagai berikut.
1. Fitrah Manusia
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan, untuk pertama
kali ditegaskan kepada agama Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri
manusia, sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini. Baru dimasa
akhir-akhir ini muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya.
Fitri keagamaan yang ada pada diri manusia inilah yang melatar belakangi
perlunya manusia kepada agama, oleh karenanya ketika datang wahyu Tuhan yang
menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang amat sejalan dengan
fitrahnya tersebut.
Setiap ciptaan Allah dicipakan dengan mempunyai fitrahnya
sendiri-sendiri. Di dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama.
Potensi yang beragama ini memerlukan pembinaan, pengarahan, pengambangan dan
seterusnya dengan cara mengenalkan agama kepadanya.
2. Kelemahan dan Kekurangan Manusia
Walaupun manusia itu dianggap sebagai makhluk yang terhebat dan
tertinggi dari segala makhluk yang ada di alam ini, akan tetapi mereka
mempunyai kelemahan dan kekurangan karena terbatasnya kemampuan tersebut.
Selanjutnya dikatakan bahwa manusia menjadi lemah karena di dalam dirinya ada
hawa nafsu yang lebih cenderung mengajak kepada kejahatan, sesudah
itu ada lagi iblis yang selalu berusaha menyesatkan manusia dari kebenaran dan
kebaikan. Manusia hanya dapat melawan musuh-musuh ini hanya dengan senjata
agama.
Dalam literatur Teologi Islam kita jumpai pandangan kaum
mu’tazilah yang rasionalis, karena banyak mendahulukan pendapat akal dalam
memperkuat argumentasinya dari pada wahyu. Namun demikian mereka
sepakat bahwa manusia dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang mengetahui
yang baik dan yang buruk tetapi tidak semua yang baik dan yang buruk dapat
diketahui oleh akal. Dalam hubungan inilah, kaum mu’tazilah
mewajibkan pada Tuhan agar menurunkan wahyu dengan tujuan agar kekurangan
yang dimiliki akal dapat dilengkapi dengan
informasi yang datang dari wahyu (agama). Dengan demikian, Mu’tazilah secara tidak langsung
memandang bahwa manusia memerlukan wahyu.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dirinya itu dan keluar dari
kegagalan-kegagalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali melalui petunjuk
wahyu dan agama.
3. Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena
manusia adalah karena manusia adalah dalam kehidupan senantiasa menghadapi
berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat
berupa dorongan dari hawa nafsu dan bisikan syetan sedangkan tantangan dari
luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara
sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela
mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanipestasikan dalam berbagai
bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari
Tuhan.
Untuk itu upaya untuk
mengatasinya dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat
menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu saat ini semakin
meningkat sehingga upaya mengamankan masyarakat menjadi penting.
B. Mengenal Makhluk Ciptaan Allah SWT
Di dalam Al Quran, makhluk ciptaan Allah disebut hanya ada 6 macam,
yang 3 berakal yaitu malaikat, jin, dan manusia, serta 3 lainnya tidak berakal
yaitu binatang, tanaman, dan benda mati.
1. Malaikat
Malaikat adalah makhluk yang diciptakan Allah khusus untuk
'membantu' Allah mengurus alam semesta ciptaanNya. Bukan berarti Allah
'kewalahan' dalam mengurus alam semesta ini dan kemudian butuh bantuan
malaikat. Allah SWT berfirman dalam surah Ar-Rahman ayat 29: “Semua yang ada
di langit dan di Bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.”
Pada hakikatnya, yang sibuk mengurusi alam
semesta adalah Allah semata. Karena toh malaikat adalah ciptaan Allah. Akan
tetapi Allah membuat sebuah mekanisnne yang memang melibatkan malaikat dalam
interaksi-Nya dengan makhluk-makhluk yang lain terutama manusia. Bukan karena
Allah tidak mampu berkomunikasi dengan makhluk ciptaan-Nya, justru sebaliknya,
badan manusia terlalu ringkih untuk bisa berkomunikasi dengan Allah. Jangankan
'berhadapan' dengan Allah, berdekatan dengan Matahari saja badan manusia pasti
hancur. Maka, ada mekanisme tertentu untuk bisa berkomunikasi denganNya. Nah,
di antaranya adalah dengan melewati malaikat.
Malaikat adalah makhluk Allah yang badannya
terbuat dari cahaya. Badan cahaya itu lantas diberi Ruh oleh Allah. Maka jadilah
makhluk malaikat. Karena badannya terbuat dari cahaya, maka badan malaikat itu
memiliki berbagai keunggulan, jauh di atas manusia atau makhluk Al lah lainnya.
Bobotnya sangat ringan. Karena itu kecepatannya sangat tinggi. Bahkan tertinggi
di alam semesta, yaitu mencapai 300.000 km per detik.
2. Jin
Jin adalah makhluk Allah yang diciptakan sesudah malaikat. Jika
malaikat berbadan cahaya, maka badan Jin dibuat Allah dari nyala api yang
sangat panas, lantas ditiupkan Ruh oleh Allah.
Bangsa jin diciptakan lebih dulu dibandingkan manusia. Ada yang
mengatakan sekitar 5.000 tahun sebelum manusia. Karena itu, ketika manusia
diciptakan oleh Allah, bangsa Jin sudah demikian maju dalam peradabannya.
Mereka memang memiliki peradaban seperti manusia. Mereka hidup bersosial
politik., Mereka juga hidup berkeluarga. Mereka pun memilki agama-agama. Dan
seterusnya.
Maka, ketika manusia pertama diciptakan oleh
Allah, banyak kalangan di bangsa jin yang cemburu. Di antaranya yang paling
vokal adalah Iblis. Dia menentang kehendak Allah, hanya dikarenakan cemburu
kepada Adam yang dipilih sebagai khalifah di muka Bumi.
Iblis merasa dirinya lebih hebat dibandingkan Adam. Dia lebih dulu diciptakan.
Dia juga bisa melihat manusia. dari alam yang tidak bisa dilihat manusia. Mereka
juga diciptakan dari gelombang panas yang memiliki berbagai kelebihan
dibandingkan badan manusia yang terbuat dari unsur-unsur tanah.
3. Manusia
Sebagaimana jin, manusia diciptakan Allah untuk beribadah
kepadaNya. Manusia
memiliki kebebasan untuk memilih peran dalam drama kehidupan ini : apakah ingin
menjadi penjahat (setan) ataukah ingin jadi orang baik.
Badan manusia terbuat dari unsur-unsur yang
terdapat dalam tanah, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Secara umum badan manusia terbuat dari zat-zat biokimiawi. Karena bersifat
material, maka badan manusia paling berat di antara makhluk Allah yang bernama
malaikat dan jin. Kedua makhluk yang disebut terakhir itu badannya terbuat dari
gelombang elektromagnetik, yang bersifat energial. Sedangkan manusia material.
Maka manusia hidup di langit yang paling
rendah, yaitu langit pertama. Jin hidup di langit yang lebih tinggi, yaitu
langit kedua. Sedangkan malaikat hidup di langit yang paling tinggi, yaitu
langit ke tujuh. Selain itu, langit ketiga sampai dengan langit ke enam juga
ditempati oleh arwah manusia yang sudah meninggal. Mereka menunggu terjadinya
hari kiamat, untuk dibangkitkan dan hidup kembali menempati badan wadahnya.
Badan manusia, oleh Allah, 'diikat' di langit
dunia. dengan mengunakan dimensi 3. Sedangkan, jin 'dipenjara' Allah di langit
kedua yang berdimensi 4. Dan malaikat dibebaskan Allah di langit ke tujuh,
dengan berdimensi 9.
4. Binatang dan Tumbuhan
Sebagaimana manusia, badan binatang dan tumbuhan terbuat dari bahan
biokimiawi yang berasal dari tanah. Maka, seperti manusia, pula, badan mereka
'terikat' di langit dunia. Karena memang, mereka diciptakan untuk melayani
manusia. Mereka bukan subyek dalam drama kehidupan manusia. Mereka adalah obyek
alias 'pelengkap penderita'.
Allah tidak 'membebani' Binatang dan Tumbuhan
dengan agama. Mereka tidak memiliki pilihan dalam hidupnya. Satu-satunya
pilihan adalah taat kepada Allah. Mereka tidak bisa memberontak sebagaimana
manusia dan jin yang punya akal dan nafsu.
Tetapi bukan berarti mereka tidak beribadah.
Allah berulang kali menjelaskan di dalam Al Qur’an, bahwa langit, Bumi dan
segala isinya bertasbih kepada Allah termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Tumbuhan dan binatang diciptakan Allah terlebih dahulu sebelum
manusia dan jin. Tumbuhan dan binatang adalah perintis 'kemakmuran bumi'.
Tumbuhan dibutuhkan untuk membangun mekanisme pembentukan oksigen yang menjadi
syarat terjadinya kehidupan manusia. Lewat tumbuhan, Allah menyerap C02 dari
udara dan berbagai zat di dalam tanah, untuk kemudian menghasilkan oksigen,
sebagai hasil fotosintesis.
Ketika kadar oksigen di dalam atmosfer sudah memungkinkan, maka
diciptakanlah binatang. Berbagai jenis binatang dan tumbuhan diciptakan secara
simultan, dengan dimulai dari perairan.
Dari perairan itu lantas Allah memindahkan kehidupan menuju
daratan. Di antaranya ada yang berjalan dengan perutnya, misalnya ular dan
berbagai jenis reptilia. Ada juga berjalan dengan dua kaki seperti
unggas-unggasan. Atau ada juga yang dengan empat kaki, seperti jenis mamalia.
Dan lain sebagainya.
5. Benda Mati
Untuk kelengkapan hidup manusia, Allah
menciptakan segala macam benda di permukaan Bumi. Semuanya diperuntukkan
manusia. Mulai dari berbagai macam tambang di dalam perut Bumi, bebatuan,
gunung gunung, lautan, atmosfer, angin, hujan, petir, dan lain sebagainya.
Manusia sebagai khalifah di muka Bumi tidak
perlu menciptakan kebutuhannya sendiri. Semua sudah disiapkan oleh Allah.
Manusia tinggal mencari dan memproses sesuai dengan yang diinginkan.
Allah meletakkan dasar keseimbangan di dalam
segala ciptaanNya. Selama manusia mengelola Bumi dengan keseimbangan maka
kehidupan manusia akan tercukupi sampai kapan pun. Akan tetapi jika dikelola
dengan serampangan apalagi penuh keserakahan, maka bumi ini pun akan mengalami
kerusakan.
C. Kedudukan dan Fungsi-fungsi Manusia
Kedudukan dan fungsi manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah
di bumi. Tujuan
penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan
hidup manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan
ketenangan akhirat. Jadi, manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah,
yang diciptakan oleh Allah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah
itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Khalifah adalah seseorang yang
diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang telah ditentukan. Jika
manusia sebagaikhalifatullah di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas
tertentu sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama
manusia itu berada di bumi sebagai khalifatullah.
Makna sederhana dari khalifatullah adalah
“pengganti Allah di bumi”. Setiap detik dari kehidupan kita ini harus diarahkan
untuk beribadah kepada Allah, seperti ditegaskan oleh Allah di dalam
firman-Nya: “Tidak Aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah
kepada-Ku.”
Kalau begitu, sepanjang hayat kita sebenarnya
adalah untuk beribadah kepada Allah. Dalam ibadah itu ada dua macam, yaitu:
ibadah primer (ibadah mahdhah) dan ibadah sekunder (ibadah ghairu
mahdhah). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang langsung,
sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah tidak langsung.
Seseorang yang meninggalkan ibadah mahdhah, maka akan diberikan
siksaan oleh Allah. Sedangkan bagi yang melaksanakannya, maka akan langsung
diberikan ganjaran oleh Allah. Ibadah mahdhah antara
lain: shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah
semua aktifitas kita yang bukan merupakan ibadah mahdhah tersebut,
antara lain: bekerja, masak, makan, dan menuntut ilmu.
Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang paling banyak dilakukan dalam keseharian
kita. Dalam kondisi tertentu,ibadah ghairu mahdhah harus
didahulukan daripada ibadah mahdhah. Nabi mengatakan, jika kita
akan shalat, sedangkan di depan kita sudah tersedia makanan, maka dahulukanlah
untuk makan, kemudian barulah melakukan shalat. Hal ini dapat kita pahami,
bahwa jika makanan sudah tersedia, lalu kita mendahulukan shalat, maka dikhawatirkan
shalat yang kita lakukan tersebut menjadi tidak khusyu’, karena ketika shalat
tersebut kita selalu mengingat makanan yang sudah tersedia tersebut, apalagi
perut kita memang sedang lapar.
D. Islam sebagai Dienullah
Islam sebagai dienullah adalah agama terakhir yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw. Karena yang terakhir maka Islam telah sempurna
untuk dijadikan pedoman hidup dan kehidupan umat manusia. Islam mengatur
kehidupan dari persoalan pribadi sampa iinternasional, maka siapapun yang
berpegang teguh pada ajaran Islam akan dijamin selamat di dunia dan akhirat.
Salah satu kesempurnaan Islam adalah keutuhan ilmu yang bersumber pada satu
Dzat, yakni Allah SWT. Maka tidak diragukan sedikitpun akan kandungan Islam
yang memberikan arahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
1. Agama Samawi
Agama Samawi adalah agama yang diturunkan (wahyu) dari Allah SWT
melalui malaikat Jibril dan disampaikan oleh Nabi/Rasul yang telah dipiliholeh
Allah SWT untuk disebarkan kepada umat manusia.
Ciri-ciri Agama Samawi, yaitu :
a. Agama ini memiliki kitab suci yang otentik
(ajarannya bertahan/asli dari Tuhan)
b. Mempunyai nabi/rasul yang bertugas menyampaikan
dan menje-laskan lebih lanjut dari wahyu yang diterima
c. Agama samawi/wahyu dapat dipastikan kelahirannya
d. Ajarannya serba tetap
e. Kebenerannya adalah universal yaitu berlaku bagi
setiap manusia, masa, dan keadaan.
2. Agama Ardhi
Agama Ardhi adalah agama yang berkembang berdasarkan budaya,
daerah, pemikiran seseorang yang kemudian diterima secara global. Suatu faham yang berasal
dari suatu tradisi, adat istiadat yang dilestarikan. Serta tidak memiliki kitab
suci dan bukan berlandaskan wahyu.
Ciri-ciri Agama Ardhi, yaitu :
a. Agama diciptakan oleh tokoh agama
b. Tidak memiliki kitab suci
c. Tidak memiliki nabi sebagai penjelas agama ardhi
d. Berasal dari daerah dan kepercayaan masyarakat
e. Ajarannya dapat berubah-ubah sesuai dengan
perubahan akal pikiran penganutnya
f. Konsep ketuhanannya yaitu Panthaisme, dinamisme
dan animisme.
E. Sumber-sumber Ajaran Islam
Sumber ajaran Islam dirumuskan dengan jelas dalam percakapan Nabi
Muhammad dengan sahabat beliau Mu’az bin Jabal, yakni terdiri dari tiga sumber
yaitu Al-Qur’an (kitabullah), As-Sunnah (kini dihimpun dalam Hadits), dan ra’yu
atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan
urutan yang tidak boleh dibalik.
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber
pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam, baik yang mengatur hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan
manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam.
Al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan atau
qur’aanan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Huruf-huruf serta kata-kata
dari satu bagian kebagian lain secara teratur dikatakan Al-Qur’an karena ia
berisikan intisari dari semua kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang disampaikan
oleh Malaikat jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rosul Allah dengan bahasa
Arab, sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula – mula di
Mekah kemudian di Madinah. Al-Qur’an merupakan mu’jizat dan diriwayatkan secara
mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
Adapun pokok-pokok kandungan dalam Al-Qur’an antara lain:
a. Tauhid, yaitu kepercayaan terhadap ke-Esaan Allah
dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya.
b. Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai
manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid.
c. Janji dan ancaman (al wa’ad wal wa’iid), yaitu
janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi Al-Qur’an dan
ancaman siksa bagi orang yang mengingkarinya.
d. Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul
dalam menyiarkan risalah Allah maupun kisah orang-orang shaleh ataupun orang
yang mengingkari kebenaran
e. Dasar-dasar dan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan.
2. As-Sunnah (Hadits)
Sunnah dalam bahasa berarti tradisi, kebiasaan
adat-istiadat. Dalam terminologi Islam, sunnah berarti perbuatan, perkataan dan
keizinan Nabi Muhammad SAW (af’al, aqwal, dan taqrir).
Dalam mengukur keotentikan suatu hadits
(As-Sunnah), para ahli telah menciptakan suatu ilmu yang dikenal dengan
”musthalah hadits”. Untuk menguji validitas dan kebenaran suatu hadits, para
muhadditsin menyeleksinya dengan memperhatikan jumlah dan kualitas jaringan
periwayat hadits tersebut yang dengan sanaad.
a. Macam-macam As-Sunnah:
1) Ditinjau dari bentuknya:
a) Fi’li (perbuatan Nabi)
b) Qauli (perkataan Nabi)
c) Taqriri (persetujuan atau izin Nabi)
2) Ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang
menyampaikannya
a) Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang
banyak
b) Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi
tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat mutawir
c) Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.
3) Ditinjau dari kualitasnya
a) Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah
b) Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat
shahih, tetapi dari segi hafalan pembawaannya yang kurang baik.
c) Dhaif, yaitu hadits yang lemah
d) Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.
4) Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
a) Maqbul, yang diterima.
b) Mardud, yang ditolak.
b. Kedudukan As-Sunnah:
1) As-Sunnah adalah sumber hukum Islam kedua setelah
Al-Qur’an
2) Orang yang menyalahi
As-Sunnah akan mendapat siksa (QS. Al-Mujadilah, 58: 5)
3) Menjadikan As-Sunnah sebagai sumber hukum adalah
tanda orang yang beriman (QS. An-Nisa’, 4: 65)
3. Ar-Ra’yu
Ar-Ra’yu dipakai apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak
terdapat di Al Quran maupun Hadits, maka diperintahkan untuk berijtihad dengan
menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu kepada Al Quran dan Haditst.
Ar-Ra’yu ada 6 macam yaitu : Ijma’, Qiyas, Istihsan, Mushalat Murshalah, Sududz
Dzariah, Istishab dan Urf.
F. Ijtihad sebagai Metode Kajian Islam
Secara bahasa, ijtihad berasal dari kata jahada. Kata
ini beserta seluruh variasinya menunjukan pekerjaan yang dilakukan lebih dari
biasa, sulit dilaksanakan, atau yang tidak disenangi. Kata inipun berarti
kesanggupan (al-wus), kekuatan al-thaqoh),dan
berat (al-masyaqqoh) (Ahmad bin Ahmad bin Ali al-Muqri
al-Fayumi, t.th: 122, dan Elias A.Elias dan Ed.E. Elias, 1982: 126).
Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. Lapangan ijtihad
adalah masalah-masalah yang sukar dan berat. Orang yang mampu melakukan ijtihad
adalah orang yang benar-benar pakar. Berkaitan dengan itu, isu pintu ijtihad
tertutup karena semakin banyak orang yang sembarangan dalam ijtihad, walaupun
sebenarnya tidak ada yang menutup pintu ijtihad.
Jadi, ijtihad adalah mengarahkan segenap kemampuan intelektual dan
spiritual untuk mengeluarkan hukum yang ada dalam Al-qur’an atau as-sunnah,
sehingga hukum tersebut dapat diterapkan dalam lapangan kehidupan manusia
sebagai solusi atas persoalan-persoalan umat. Sukar tidaknya masalah yang
dihadapi tergantung kepada tinggi rendahnya kualitas intelektual dan spiritual
seorang mujtahid.
Di lihat dari pelaksanaannya, ijtihad dapat di bagi atas dua macam,
yaitu ijtihad fardi dan ijtihad jama’i. Ijtihad fardi merupakan ijtihad yang
dilakukan seorang mujtahid secara pribadi. Sedangkan, ijtihad jama’i adalah
ijtihad yang di lakukan oleh para mujtahid secara kelompok.
Namun pada hakikatnya ijtihad jama’i tersebut tetap dilakukan oleh
akal orang perorang, hanya saja dalam merumuskan satu masalah secara
bekerjasama.
M. Dawam Raharjo mengutip pendapat Yusuf Al-qardhawi, tentang
syarat-syarat mujtahid, yaitu:
1. Memahami Al-qur’an
2. Memahami sunnah rosul
3. Menguasai bahasa Arab
4. Mengetahui masalah-masalah hukum yang telah ijma’
5. Menguasai ilmu ushul fiqih, terutama metode qiyas
dan ijma’.
6. Memahami maksud dan tujuan syariat
7. Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya, dan
8. Memiliki sikap adil dan taqwa.
Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berfikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syariat islam untuk
menetapkan atau menentukan suatu hukum syariat islam dalam hal-hal yang
ternyata belum di tegaskan hukumnya oleh Al-qur’an dan sunnah. Ijtihad dalam
hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan,
tetapi tetap berpedoman pada Al-qur’an dan sunnah. Namun demikian, ijtihad
harus mengikuti kaidah-kaidah yang di atur oleh para mujtahid tidak boleh
bertentangan dengan isi Al-qur’an dan sunnah tersebut. Karena itu, ijtihad di
pandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat di butuhkan sepanjang
masa setelah Rasulallah wafat. Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang
diperlukan dalam kehidupan, yang senantiasa berkembang. Ijtihad bidang
pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, terasa semakin
urgen dan mendesak, tidak saja di bidang materi atau isi, melainkan juga di
bidang sistem dalam artinya yang luas.
G. Metode Mempelajari Islam
Sejak kedatangan Islam abad ke-13 hingga saat ini, pemahaman
tentang ke-Islaman ummat Islam di Indonesia dan negara lain sangat variatif. Diperlukan standart umum
untuk bisa mengetahui keadaan yang variatif seperti ini. Sehingga sesuatu yang
variatif ini tidak keluar dari ajaran yang tekandung dalam al-Qur’an dan
As-Sunnah sehingga tidak akan keluar dari keabsahannya.
Dalam buku yang berjudul Tentang Sosiologi
Islam, karya Ali Syariati dijumpai uraian singkat tentang metode memahami yang
pada intinya Islam harus di lihat dari berbagai dimensi. Dalam hubungan ini ia
mengatakan jika kita meninjau Islam dari satu sudut pandangan saja, maka yang
akan terlihat hanya satu dimensi saja dari gejalanya yang bersegi banyak.
Mungkin kita berhasil melihatnya secara tepat, namun tidak cukup apabila kita
memahami secara keseluruhan.
Ali Syariati lebih lanjut mengatakan, ada
berbagai cara memahami Islam
1. Dengan mengenal Allah dan membandingkan-Nya
dengan sesembahan agama lain
2. Dengan mempelajari Kitab suci Al-Qur’an dan
membandingkan dengan kitab-kitab samawi (atau kitab-kitab yang dikatakan
sebagai samawi) lainnya.
3. Mempelajari kepribadian Rasul Islam dan
membandingkannya dengan tokoh-tokoh besar pembahruan yang pernah hidup dalam
sejarah.
4. Mempelajari tokoh-tokoh Islam terkemuka dan
membandingkan tokoh-tokoh utama agama maupun aliran-aliran pemikiran lain.
Pada intinya metode ini adalah metode
komparasi (perbandingan). Secara akademis suatu perbandingan memerlukan
persyaratan tertentu. Perbandingan menghendaki obyektifitas. Selain dengan
menggunakan pendekatan komparasi, Ali Syariati juga menawarkan cara memahami Islam
melalui pendekatan aliran. Tugas intelektual hari ini ialah mempelajari
memahami Islam sebagai aliran pemikiran yang membangkitkan kehidupan manusia,
perseorangan maupun masyarakat.
Metode memahami Islam menurut Nasruddin Razak,
sama dengan Ali Syariati menawarkan metode pemahaman Islam secara menyeluruh. Memahami Islam secara menyeluruh adalah penting
walaupun tidak secara detail. Begitulah cara paling minimal untuk memahami
agama paling besar sekarang ini agar menjadi pemeluk agama yang mantap dan untuk
menumbuhkan sikap yang hormat bagi pemeluk agama lainnya. Untuk memahami agama
Islam secara benar Nasruddin Razak mengajukan empat cara :
1. Islam harus dipelajari dari sumber aslinya
Al-Qur’an dan hadits. Kekeliruan memahami Islam, karena orang mengenalnya dari
sebagian ulama dan pemeluknya yang telah jauh dari bimbingan Al-Qur’an dan
Al-Sunah, atau melalui pengenalan dari sumber kitab-kitab fiqh dan tasawuf yang
semangatnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Mempelajari Islam
dengan cara demikian akan menjadikan orang tersebut sebagai pemeluk Islam yang
sinkretisme, yakni bercampur dengan hal-hal yang tidak islami jauh dari ajaran
islam yang murni.
2. Islam harus di pelajari dengan integral, tidak
dengan cara persial artinya ia dipelajari secara menyeluruh sebagai satu
kesatuan yang bulat tidak secara sebagian saja. Memahami Islam secara persial
akan membahayakan, menimbulkan skeptis, bimbang dan penuh keraguan.
3. Islam perlu dipelajari dari kepustakaan yang
ditulis oleh para ulama besar dan Islam, karena pada umumnya mereka
memiliki pemahaman Islam yang baik yaitu pemahaman yang lahir dari perpaduan
ilmu yang dalam terhadap ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah dengan
pengalaman yang indah dari praktek ibadah yang dilakukan setiap hari.
4. Islam hendaknya dipelajari dari ketentuan teologi
normatif yang ada dalam al-Qur’an, baru kemudian dihubungkan dengan kenyataan
historis, empiris dan sosiologis yang ada di masyarakat.
H. Pakaian dan Makanan Menurut Islam
1. Pakaian
Pakaian dalam pandangan Islam berguna untuk menutup aurat dan
berhias. Ini adalah merupakan pemberian Allah kepada umat manusia seluruhnya,
di mana Allah telah menyediakan pakaian dan perhiasan, kiranya mereka mau
mengaturnya sendiri.. Sebagaimana ditegaskan Allah Swt, dalam firman-ya:
Artinya: “Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu
ingat.” (Q.S. Al-A’raf: 26)
Ayat tersebut memberi acuan cara berpakaian sebagaimana dituntut
oleh sifat takwa, yaitu untuk menutup aurat dan berpakaian rapi, sehingga
tampak simpati dan berwibawa serta anggun dipandangnya, bukan menggiurkan
dibuatnya.
Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk selalu tampil rapi
dan bersih dalam kehidupan sehari-hari. Karena kerapian dan kebersihan
ini, Rasulullah saw. Menyatakan bahwa kebersihan adalah sebagian dari
iman. Artinya,
orang beriman akan selalu menjaga kerapian dan kebersihan kapan dan di mana dia
berada. Semakin tinggi iman seseorang maka dia akan semakin menjaga
kebersihan dan kerapian tersebut.
2. Makanan
Ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, tak terkecuali
masalah makan. Oleh karena itu bagi kaum muslimin, makanan di
samping berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisik, juga berkaitan dengan
ruhani, iman dan ibadah juga dengan identitas diri, bahkan dengan perilaku,
demikian ujar K.H Didin Hafiduddin, MS.
Bagi seorang muslim makanan bukan sekedar penghilang lapar saja
atau sekedar terasa enak dilidah, tapi lebih jauh dari itu mampu menjadikan
tubuhnya sehat jasmani dan rohani sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai "khalifah fil Ardhi". Rasulullah SAW pernah
berkata dalam suatu hadistnya: "Seorang hamba Allah tidak akan berpindah
dua kakipun pada hari kiamat, sampai ia mampu menjawab empat hal: umurnya
bagaimana dihabiskan, pengetahuan bagaimana diamalkan, hartanya
bagaimana dinafkahkan serta tubuhnya bagaimana digunakan atau
diboroskan" (HR.Tirmidzi).
Makanan ada yang dihalalkan bagi muslim dan
ada pula yang diharamkan. Makanan yang halal, yaitu makanan yang diijinkan bagi
seorang muuslim untuk memakannya. Islam menghalalkan sesuatu yang
baik-baik. Makanan yang haram adalah terlarang seorang muslim untuk
memakannya.
Banyak pendapat yang menterjemahkan makanan
"halal" tersebut. Akan tetapi pada umumnya dapat dikatakan
makanan tersebut halal bila :
a. Tidak berbahaya atau mempengaruhi fungsi tubuh
dan mental yang normal
b. Bebas dari "najis(filth)" dan produk
tersebut bukan berasal dari bangkai dan binatang yang mati karena tidak
disembelih atau diburu
c. Bebas dari bahan-bahan yang berasal dari babi dan
beberapa binatang lain yang tidak dapat dimakan oleh seorang muslim kecuali
dalam keadaan terpaksa
d. Diperoleh sesuai dengan yang sudah ditentukan
dalam Islam
Najis (Filth) dalam hal di atas, didefinisikan dalam 3 golongan :
pertama, bersih dari sesuatu yang diperuntukkan untuk upacara-upacara/berhala,
kedua yang dapat ditoleransi karena sulit untuk menghindarinya seperti darah
dari nyamuk, dan insek lainnya, ketiga yang tak dapat ditoleransi seperti
minuman yang memabukkan dan beracun serta bangkai.
Sebaliknya makanan tersebut haram bila :
a. Berbahaya dan berpengaruh negatif pada fisik dan
mental manusia
b. Mengandung najis(filth) atau produk berasal dari
bangkai, babi dan binatang lain yang tidak dapat dimakan oleh seorang muslim
c. Berasal dari binatang yang diijinkan, tetapi
tidak disembelih dngan aturan yang telah ditetapkan (secara islam) dan tidak
dilakukan sepatutnya.
Dalam Al Qur´an telah ditegaskan. Apa-apa saja makanan yang haram
tersebut, seperti dalam surat Al-Baqarah (2) ayat173, Al-Anám (6) ayat 145,
An-Nahl (16) ayat 115 dan lebih diperinci lagi pada surat Al-Maidah (5) ayat 3,
yaitu:
Artinya: “Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah [394], daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala....”
(Q.S. Al-Maidah: 3)
I. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November
1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran
sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan
atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk
terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim,
cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis
dari kota santri Kauman Yogyakarta.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat
ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman
dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga
dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke
luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka
didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh
pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya
kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam
forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari
pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk
anak-anak yang telah dewasa.
Disamping memberikan kegiatan kepada
laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, beliau juga mendirikan
sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau telah mendirikan Sekolah
Dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah
sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namanya menjadi Kweek School Muhammadiyah,
tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan akhirnya
pada tahun 1930 namanya dirubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat.
Suatu ketika KH.Ahmad Dahlan menyampaikan
usaha pendidikan setelah selesai menyampaikan santapan rohani pada rapat
pengurus Budi Utomo cabang Yogyakarta. Ia menyampaikan keinginan mengajarkan
agama Islam kepada para siswa Kweekschool Gubernamen Jetis yang dikepalai oleh
R. Boedihardjo, yang juga pengurus Budi Utomo. Usul itu disetujui, dengan
syarat di luar pelajaran resmi. Lama-lama peminatnya banyak, hingga kemudian
mendirikan sekolah sendiri. Di antara para siswa Kweekschool Jetis ada yang
memperhatikan susunan bangku, meja, dan papan tulis. Lalu, mereka menanyakan
untuk apa, dijawab untuk sekolah anak-anak Kauman dengan pelajaran agama Islam
dan pengetahuan sekolah biasa. Mereka tertarik sekali, dan akhirnya menyarankan
agar penyelelenggaraan ditangani oleh suatu organisasi agar berkelanjutan
sepeninggal K.H. Ahmad Dahlan kelak.
Setelah pelaksanaan penyelenggaraan sekolah
itu sudah mulai teratur, kemudian dipikirkan tentang organisasi pendukung
terselenggaranya kegiatan sekolah itu. Dipilihlah nama "Muhammadiyah"
sebagai nama organisasi itu dengan harapan agar para anggotanya dapat hidup
beragama dan bermasyarakat sesuai dengan pribadi Nabi Muhammad saw. Penyusunan
anggaran dasar Muhamadiyah banyak mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru
bahasa Melayu Kweekschool Jetis. Rumusannya dibuat dalam bahasa melayu dan
Belanda. Kesepakatan bulat pendirian Muhamadiyah terjadi pada tanggal 18
November 1912 M atau 8 Zulhijah 1330 H. Tgl 20 Desember 1912 diajukanlah surat
permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, agar perserikatan ini
diberi izin resmi dan diakui sebagai suatu badan hukum. Setelah memakan waktu
sekitar 20 bulan, akhirnya pemerintah Hindia Belanda mengakui Muhammadiyah
sebagai badan hukum, tertuang dalam Gouvernement Besluit tanggal 22 Agustus
1914, No. 81, beserta alamporan statuennya.
Muhamadiyah
berasal dari kata bahasa Arab "Muhammad", yaitu nama nabi dan rasul
Allah yang terkhir. Kemudian mendapatkan "ya" nisbiyah, yang artinya
menjeniskan. Jadi, Muhamadiyah berarti "umat Muhammad saw." atau
"pengikut Muhammad saw.", yaitu semua orang Islam yang mengakui dan
meyakini bahwa Nabi Muhammad saw. adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.
Muhammadiyah juga mendirikan organisasi untuk
kaum perempuan dengan Nama ' Aisyiyah yang
disitulah Istri KH. A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan Nyi Walidah Ahmad
Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun
1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan
rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH
Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934. Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres
Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga
tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
Rumusan
maksud dan tujuan Muhammadiyah sejak berdiri hingga sekarang ini telah
mengalami beberapa kali perubahan redaksional, perubahan susunan bahasa dan
istilah. Tetapi, dari segi isi, maksud dan tujuan Muhammadiyah tidak berubah
dari semula.
Pada
waktu pertama berdirinya Muhamadiyah memiliki maksud dan tujuan untuk
menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad saw. kepada penduduk bumi-putra,
dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.
Hingga
tahun 2000, terjadi tujuh kali perubahan redaksional maksud dan tujuan
Muhamadiyah. Dalam muktamarnya yang ke-44 yang diselenggarakan di Jakarta bulan
Juli 2000 telah ditetapkan maksud dan tujuan Muhamadiyah, yaituMenegakkan
dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan
makmur yang diridhai Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
Agama sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain karena
agama merupakan sumber moral, petunjuk kebenaran, sumber informasi tentang
masalah metafisika, dan bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun
duka.
Manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan
oleh Allah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah
untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Islam sebagai dienullah telah sempurna untuk dijadikan pedoman
hidup dan kehidupan umat manusia. Islam mengatur kehidupan dari persoalan pribadi
sampa iinternasional, maka siapapun yang berpegang teguh pada ajaran Islam akan
dijamin selamat di dunia dan akhirat.
Sumber ajaran Islam dirumuskan dengan jelas dalam percakapan Nabi
Muhammad dengan sahabat beliau Mu’az bin Jabal, yakni terdiri dari tiga sumber
yaitu Al-Qur’an (kitabullah), As-Sunnah (Hadits), dan ra’yu atau akal pikiran
manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
B. Saran
Dari kesimpulan di atas, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Sebagai umat Islam yang beriman dan bertaqwa
pada-Nya, kita tidak seharusnya melakukan hal-hal yang dilarang Islam, kita
harus menjalankan dan mengamalkan seperti apa yang diajarkan dalam al-Qur’an
dan al-hadist.
2. Sebagai umat Islam yang berilmu, kita harus
memperdalam ilmu dalam segala bidang seperti IPTEK dan ilmu yang lainnya sesuai
dengan ajaran Islam.
3. Untuk menjaga agama Islam dari pemusnahan
orang-orang kafir, kita sebagai umat Islam harus bersatu melindungi agama
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Dahyar, Muhammad. 2012. Al-Islam Kemuhammadiyahan 2. [online].
(http://pendidikansosiologiumm.blogspot.com/2012/10/al-islam-kemuhammadiyahan-2.html, diakses tanggal 21 Februari 2014)
Firatika. 2013. Islam sebagai Dienullah. [online]. (http://firatikamatematika.blogspot.com/2013/04/islam-sebagai-dienullah.html,diakses tanggal 22 Februari 2014)
Marantika, Dessy. 2013. Pengertian Agama Ardhi dan Agama
Samawi. [online].(http://dessymarantika7.blogspot.com/2013/06/pengertian-agama-ardhi-dan-agama-samawi.html, diakses tanggal 21 Februari 2014)
Quransains. 2007. Penghuni Langit dan Bumi. [online]. (http://quran-et-sains.blogspot.com/2007/03/penghuni-langit-dan-bumi.html, diakses tanggal 21 Februari 2014)
Sinforan. 2012. Ijtihad Sebagai Sumber Ajaran Islam. [online]. (http://sinforan.blogspot.com/2012/02/ijtihad-sebagai-sumber-ajaran-islam.html, diakses tanggal 22
Februari 2014)
Komentar
Posting Komentar