Empirisme dan Konvergensi



MAKALAH
HUKUM DASAR PENDIDIKAN (EMPIRISME DAN KONVERGENSI)












PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO 2014




KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena tanpa berkat dan rahmat-Nya, mungkin kami tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Terlantun sholawat dan salam untuk imam besar kita semua Nabi Muhammad SAW. Rasa terimakasih juga banyak terucap kepada Ibu Luluk Ifaturrohma, . selaku dosen matakuliah Pendidikan Kepribadian Berkarakter. Tak lupa juga ucapan terima kasih kami berikan kepada teman-teman yang selama ini saling membantu dan mendukung dalam pengerjaan makalah ini.
Adapun makalah yang berjudul “hukum dasar pendidikan ( Empirisme dan konvergensi)”  . Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun redaksinya. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Atas semua kesalahannya kami ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya.Semoga makalah ini dapat berguna baik bagi kami sebagai penulis maupun bagi pembaca.


sidoarjo,8  september 2014



Tim Penulis









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
             Manusia merupakan makhluk berpengetahuan dan berkehendak, bukanlah pandangan yang asing. Sejak awal,telah memberikan penghargaan terhadap segi berpikir  dan kebebasan manusia dalam berkreasi dan berkehendak. Penghargaan terhadap dua aspek manusia ini, tumbuh dari konsep awal  itu sendiri,
Sebagai bukti, sejak awal telah menanamkan konsep yang menjelaskan menekankan supaya manusia berpengetahuan dan berwawasan ilmiah. Konsep ini dijabarkan oleh prilaku rasul yang mementingkan terwujudnya  masyarakat berperadaban (civil society) dalam arti berpengetahuan dan berwawasan.
Dalam masa selanjutnya, pandangan manusia sebagai makhluk yang berpengetahuan dan berkehendak pun mengalami perkembangan pesat. Secara umum, hal itu telah memunculkan berbagai spekulasi dari para pemikir atau filosofis dan membentuk teori-teori pemikiran tentang masalah tersebut, mulai dari teori Empirisme, dan Konvergensi. Teori-teori tersebut dapat mempengaruhi paradigma manusia dalam proses pendidikan atau pembelajaran mereka.
Teori-teori ini juga tidak terlepas dari pembahasan tentang hakekat manusia. Yang mana hakekat manusia tersebut akan memunculkan bagaimana posisi dan eksistensi dari potensi manusia itu sendiri, di samping interaksinya dengan faktor lingkungannya.
Manusia yang walaupun mempunyai potensi “rohaniah”, namun potensi manusia tersebut tidaklah menentukan pertumbuhan dan perkembangan manusia itu sendiri dalam proses penerimaan pengetahuannya.
Dalam hal ini, maka penulis akan mencoba menguraikan tentang teori belajar menurut teori-teori yang mempengaruhi paradigma manusia dalam proses pembelajaran mereka, yaitu tentang teori Empirisme dan teori Konvergensi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan faktor yang mempengaruhi perkembangan menurut teori empirisme dan konvergensi?
2. Apa tujuan dari teori empirisme dan konvergensi?
3. Bagaimana aplikasi dalam kehidupan menurut teori empirisme dan konvergensi?
4. bagaimana hukum konvergensi perkembangan itu ?
C.Tujuan Penulisan
1.Mengetahui pengertian dan faktor yang mempengaruhi perkembangan manuisa menurut teori empirisme dan konvergensi.
2.Mengetahui tujuan dari teori empirisme dan konvergensi.
3.Mengetahui bagaimana aplikasi dalam kehidupan menurut teori empirisme dan konvergensi.
4. mengetahui bagaimana hukum konvergensi perkembangan.























BAB II
TEORI BELAJAR MENURUT  EMPIRISME
 DAN KONVERGENSI

A.Pengertian dan Faktor Perkembangan Manusia Menurut Teori Empirisme, dan Konvergensi
1.      Teori Empirisme
Nama asli teori ini adalah “The school of British Empiricism” (teori empirisme Inggris). Empirisme (empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa lahir manusia. Pelopor teori ini adalah John Locke (1632-1704). teori ini mengemukakan bahwa manusia dilahirkan seperti kertas kosong (putih) yang belum ditulis (teori tabularasa). Jadi sejak dilahirkan anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa dan anak dibentuk sekehendak pendidiknya. Disini kekuatan apa pada pendidik, pendidikan dan lingkungannya yang berkuasa atas pembentukan anak.
Teori empirisme ini merupakan kebalikan dari teori nativisme karena menganggap bahwa potensi atau pembawaan yang dimiliki seseorang itu sama sekali tidak ada pengaruhnya dalam upaya pendidikan. Semuanya ditentukan oleh faktor lingkungan yaitu pendidikan. Teori ini disebut juga dengan Sosiologisme, karena sepenuhnya mementingkan atau menekankan pengaruh dari luar. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan peserta didiknya.
2.      Teori  Konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Teori ini pada intinya merupakan perpaduan antara pandangan nativisme dan empirisme, yang keduanya dipandang sangat berat sebelah. Tokoh utama teori konvergensi adalah Louis William Stern (1871-1938), seorang filosof sekaligus sebagai psikolog Jerman.
Teori ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Faktor pembawaan tidak berarti apa-apa tanpa faktor pengalaman (lingkungan). Demikian pula sebaliknya, faktor pengalaman tanpa faktor pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia yang sesuai dengan harapan.
Perkembangan yang sehat akan berkembang jika kombinasi dari fasilitas yang diberikan oleh lingkungan dan potensialitas kodrati seseorang bisa mendorong berfungsinya segenap kemampuannya..
Dengan demikian, keadaan ini dapat dinyatakan bahwa faktor pembawaan maupun pengaruh lingkungan yang berdiri sendiri tidak dapat menentukan secara mutlak dan bukan satu-satunya faktor yang menentukan pribadi atau struktur kejiwaan seseorang.
B. Tujuan Teori Empirisme dan konvergensi dalam proses pembelajaran
Tujuan teori Empirisme, yaitu:
1.Sebagai faktor penentu bagi perkembangan seseorang yang bersumber dari berbagai sistem pendidikan.
2.Mendorong seseorang dalam penguasaan terhadap bidang pengetahuan,
3.Agar pendidikan seseorang menjadi relevan dan paling efektif yang  berorientasi pada pemberdayaan pendidikan dan pengalaman anak-didik itu sendiri.
Sedangkan tujuan teori belajar konvergensi adalah gabungan antara tujuan teori nativisme dan tujuan dari teori empirisme.
C.Aplikasi dalam kehidupan
     Berdasarkan teori yang terjadi dari realisasi paradigma empirisme, salah satunya adalah munculnya reduksi terus-terusan atau bahkan penghilangan dimensi dan peranan internal dalam proses pendidikan. Berpijak dari pandangan bahwa faktor ekstern manusia, merupakan faktor penentu, maka upaya yang dilaksanakan akan terus-terusan berorientasi pada pemberdayaan aspek luar diri manusia itu sendiri. Reduksi dan bahkan penghilangan dimensi dan peranan internal manusia, justru akan mendorong dan mengarahkan manusia yang menjadi anak-didik ke arah “sekularisasi” kehidupan dari aspek-aspek rohani, terutama naluri keagamaan.
         Dari bermacam-macam istilah teori perkembangan seperti tersebut di atas, teori konvergensi  merupakan teori yang dapat diterima oleh para ahli pada umumnya. Sehingga teori ini merupakan salah satu hukum perkembangan individu di samping adanya hukum-hukum perkembangan yang lain.
         Jadi, baik faktor pembawaan (gen) dan lingkungan itu diperlukan bagi seseorang meski hanya sekedar ada di dunia. Faktor bawaan dan lingkungan bekerja sama untuk menghasilkan kecerdasan temperamen, tinggi badan, berat badan, kecakapan membaca, dan sebagainya. Tanpa gen, tidak akan ada perkembangan, tanpa lingkungan tidak ada pula perkembangan karena pengaruh lingkungan tergantung pada karakteristik genetik bawaan, jadi dapat kita katakan bahwa ke-2 faktor di atas saling berinteraksi.
D. hukum konvergensi perkembangan .
       Pandangan pendidikan tradisional di masa lalu berpendapat bahwa hasil pendidikan yang di capai ana selalu dihubung-hubungkan dengan status pendidikan orang tuanya. Menurut kenyataan yang ada sekarang ternyata bahwa pendapat lama itutidak sesuai lagi dengan keadaan. Pandangan lama itu dikuasai oleh aliran nativisme yang dipelopori schopen hauer yang berpendapat bahwa manusia adalah hasil bentukan dan pembawaannya. Sejak anak lahir ia membawa bakat,kesanggupan (potensi) untuk dikembangkan,dan sifat bawaan tertentu. Pembawaan itu akan berkembang sendiri, dalam hal ini pendidikan tidak mampu untuk mengubahnya. Aliran dalam pendidikan yang menganut paham nativisme ini disebut aliran yang pesimis.
       Paham nativisme tidak lama menguasai duia pendidikan, sebab pada abad ke-19 lahir paham empirisme yang berasal dari john Locke. Ia memperkenalkan teori tabularasa yang mengatakan bahwa “child born like a sheet of white paper a void of all characters “. Ketika anak lahir, ia diumpamakan sebagai kertas buram yang putih “, belum ada pengaruh keturunan sehingga pendidik dapat membentuknya menurut kehendaknya. Aliran dalam pendidikan yang menganut paham empirisme ini di sebut aliran yang optimis.
      William stern menggabungkan kedua pendapat di atas ke dalam hukum konvergensi yang mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak adalah pengaruh dari unsur lingkungan dan pembawaan.


                                               


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari semua pembahasan yang telah di bahas diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
      1..Pelopor teori Empirisme adalah John Locke (1632-1704). Teori ini  merupakan kebalikan dari teori nativisme yang mengemukakan bahwa manusia dilahirkan seperti kertas kosong (putih) yang belum ditulis (teori tabularasa). Jadi sejak dilahirkan anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa dan anak dibentuk sekehendak pendidiknya dan potensi atau pembawaan yang dimiliki manusia itu sama sekali tidak ada pengaruhnya dalam upaya pendidikan. Semuanya ditentukan oleh faktor lingkungan yaitu pendidikan.
     2. Pelopor teori konvergensi adalah Louis William Stern (1871-1938). Teori ini merupakan perpaduan antara pandangan nativisme dan empirisme yang menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Faktor pembawaan tidak berarti apa-apa tanpa faktor pengalaman (lingkungan). Demikian pula sebaliknya, faktor pengalaman tanpa faktor pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia yang sesuai dengan harapan.
   3.Tujuan dari teori empirisme dan konvergensi adalah agar peserta didik terdorong untuk mengembangkan potensi dari dalam dirinya demi mewujudkan diri yang berkompetensi semua itu tentunya tidak akan maksimal tanpa berorientasi pada pemberdayaan pendidikan dan pengalaman anak didik (pengaruh lingkungan). Maka, dapat disimpulkan bahwa faktor pembawaan dan lingkungan adalah merupakan kombinasi yang tidak dapat dipisahkan (saling berinteraksi) agar pendidikan seseorang menjadi lebih relevan, efektif dan efisien.
   4.Untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan faktor pembawaan (gen) dan lingkungan itu diperlukan bagi seseorang meski hanya sekedar ada di dunia. Faktor bawaan dan lingkungan bekerja sama untuk menghasilkan kecerdasan temperamen, tinggi badan, berat badan, kecakapan membaca, dan sebagainya. Salah satu caranya yaitu dengan mengadakan pelatihan atau kursus dalam pengembangan bakat yang berorientasi pada pemberdayaan sistem pendidkan.Tanpa gen, tidak akan ada perkembangan dan tanpa lingkungan tidak ada pula perkembangan karena pengaruh lingkungan tergantung pada karakteristik genetik bawaan, jadi dapat kita katakan bahwa ke-2 faktor di atas saling berinteraksi.
Di Indonesia sendiri, teori konvergensi inilah yang dapat diterima dan dijadikan pedoman seperti yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara: “Tentang hubungan antara dasar dan keadaan ini menurut ilmu pendidikan ditetapkan adanya ‘konvergensi’ yang berarti bahwa kedua-duanya saling mempengaruhi, sehingga garis dasar keadaan itu selalu tarik-menarik dan akhirnya menjadi satu.”

B.     Saran
Demikianlah makalah ini kami susun secara sederhana. Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mengharapkan kepada pembaca untuk dapat memakluminya. Harapan kami semoga dari penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khususnya bagi seorang pendidik sebagai pedoman dalam membimbing peserta didiknya untuk mengembangkan  potensi dalam bidak pendidikan mereka agar lebih relevan, efektif dan efisien yang berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan.







DAFTAR PUSTAKA

Abdur Rahman Abror, Psikolog Pendidikan, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta,1993.
Abu Ahmadi dan Sholeh Munawar, Psikologi Perkembangan, Rineka Cipta Jakarta, 2005.
Hj. Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian, PT. Indeks, Jakarta, 2007.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah kompetensi guru

Makalah Konsep Dasar Antropologi

tingkat dan jenis profesi dalam dunia pendidikan